Welcome To My Site :)

Minggu, 19 Agustus 2012

Judul Buku : Katak Hendak Jadi Lembu Penulis : Nur St. Iskandar Penerbit : PT Percetakan dan Penerbitan Balai Pustaka Tebal : 224 Halaman Tahun Terbit : 2008 Cetakan : Kesebelas Awal novel, diceritakan tentang kehidupan sebuah keluarga dengan suami bernama Suria, ia bekerja sebagai mantri kabupaten di kantor patih Sumedang dan istrinya bernama Zubaedah. Mereka memiliki 3 orang anak. Yang pertaama bernama Abdulhalim, ia bersekolah di HBS. Anak kedua dan ketiganya bernama Aleh dan Enah, mereka bersekolah di HIS. Sekolah anak-anaknya bisa dibilang sekolah mahal, rumah mereka pun memiliki mewah bagai rumah para bangsawan padahal kehidupan keluarga tersebut serba kekurangan dan juga memiliki banyak hutang. Namun Suria tidak pernah ambil pusing akan hutang-hutangnya tersebut, karena Zubaedah lah yang selalu menghadapi para penagih hutang tersebut. Lalu diceritakan kehidupan Suria dan Zubaedah sebelum menikah. Ternyata Haji Hasbullah (Ayah Zubaedah) dan Haji Zakaria (Ayah Suria) merupakan sahabat karib. Mereka telah berteman sejak kecil, sepermainan, seperjalanan, dan mereka juga sama-sama naik haji ke tanah suci. Sebenarnya Zubaedah akan dijodohkan dengan anak kepala jaksa yang telah menjadi mantri polisi bernama Raden Prawira. Namun, karena Haji Zakaria meminta Haji Hasbulah agar anak merka dijodohkan dengan alasan agar persahabatan mereka bertambah karib, dengan berat hati dan rasa terpaksa Haji Hasbullah menerima tawaran sahabatnya itu. Hal lain yang membuatnya merasa berat menerima lamaran itu karena dia mengetahui sifat Suria yang angkuh, kasar, pongah, serta suka berfoya-foya. Haji Hasbullah pun berharap agar sifat Suria yang tidak baik tersebut dapat berubah setelah Suria dan Zubaedah menikah. Namun apa yang diharapkan Haji Hasbullah nampaknya tidak terkabulkan. Bahkan, perkawinan anak satu-satunya itu tidak bahagia. Walaupun sudah berkeluarga, sifat dan tingkah laku Suria tidak berubah. Apalagi setelah ayahnya meninggal, kerjanya hanya befoya-foya menghabiskan harta warisan ayahnya. Istrinya tidak pernah diperhatikannya. Bahkan, selama tiga tahun, dia meninggalkan istrinya yang sedang mengandung. Dia pun tidak mengetahui istrinya telah melahirkan anak pertama mereka , Abdullah. Suria kembali ketika harta warisannya telah habis. Sesampainya di rumah, Suria menyembah istrinya dan orangtua Zubaedah, memohon maaf atas kelakuannya, dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya yang tidak terpuji dengan harapan ia diterima kembali dikeluarganya. Permohonan maaf itu dikabulkan, karena merasa kasihan dan berharapan agar Suria benar-benar telah menyesali perbuatannya dan mau berubah lebih baik lagi. Untuk sementara waktu, tingkah laku Suria berubah. Dia bekerja sebagai juru tulis di kantor asisten kabupaten, dengan penghasilan pas-pasan, yang tidak dapat mencukupi biaya sehari-hari keluarganya. Sebagai orang tua yang baik, Haji Hazbullah membantu anakanya dengan cara menyekolahkan cucunya, Abdullah di sekolah Belanda (HBS). Bukan hanya itu, segala keperluan rumah tangga dan tambahan uang sekolah Aleh dan Enah, Haji Hazbullah lah yang menanggung tanpa dibantu oleh menantunya. Perbuatan suaminya yang terasa sangat dipaksakan tersebut membuat Zubaedah pusing. Mereka tidak mempunyai biaya yang cukup. Namun, Suria bersikap tenang saja karena dia tidak mau keluarganya dianggap miskin dengan cara menyekolahkan anak-anaknya kota. Dan dia merasa bahwa masyarakat akan menganggapnya sebagai seorang bangsawan yang dihormati dan disegani. Dipertengahan novel, diceritakan bahwa Suria mengalami konflik deengan seorang karyawan magang bernama Kosim. Suria yang terlalu sombong akan jabatannya, selalu memarahi dan menghina Kosim tanpa ada sopan sedikitpun hingga membuat sakit hati Kosim karena tingkah laku dan ucapan Suria. Tak lama lagi Suria akan diangkat menjadi Klerek, karena ada lowongan. Untuk itu dia telah melayangkan lamaran untuk lowongan tersebut. Dia begitu yakin akan dterima. Karena yakin Suria berani membeli barang-barang lelang dengan bangganya, dan tentu saja ia membayarnya dengan cara berhutang. Makin banyaklah utang Suria. Lama Suria menanti hari dimana ia akan dipilih menjadi klerk, namun tak disangka sedikitpun Suria tidak diangkat pada pekerjaan tersebut. Tetapi Kosimlah yang berhak menjadi klerk. Sakit hati Suria mendengar kabar itu, ia pun juga dipusingkan dengan utang lelang yang akan jatuh tempo. Dengan terpaksa ia pergi kerumah temannya, Raden Natanegara untuk meminjam uang. Namun Raden Natanegara tidak mau meminjamkan uang, bukan karena tidak memiliki uang tetapi karena ia sudah malas melihat kelakuan Suria sehingga tidak ada sedikitpun niatannya untuk membantu Suria. Raden Natanegara hanya menyarankan agar Suria meminjam uang kepada Haji Junaedi. Sesampainya dirumah tanpa membawa uang, muncullah ide licik Suria untuk meminjam uang sekaligus meminang anak Haji Junaedi yang bernama Fatimah untuk menjadi istri keduanya. Maka, Suria pun langsung berkirim surat ke Haji Junaedi. Kaget Haji Junaedi menerima surat dari Suria, ia pun segera berunding agar Fatimah dan Kosim cepat dinikahkan karena mereka telah lama dijodohkan dan agar Suria tidak bisa meminang Fatimah. Maka tambah hancurlah perasaan Suria. Suatu hari, Suria ingin mengundurkan diri dari jabatannya yang selama ini di agung-agungkannya. Rupanya Suria telah mengambil uang kas negeri negeri guna membayar utang lelang yang sudah jatuh tempo. Kelakuannya pun ketahuan atasannya sehingga dia dipanggil. Waktu dipanggil itu, karena memang sudah direncanakan, dia sudah menyiapkan surat berhenti dari pekerjaannya. Untuk menutupi utang lainnya, ia pun melelang segala barang yang ada didalam rumahnya. Setelah selesai melelang barng-barangnya membawa anak istrinya pindah ke rumah Abdullhalim, anak pertamanya yang telah menikah dengan seorang anak jaksa kepala serta, Abdulhalim memiliki jabatan tinggi dan gajih tinggi pula setelah ia tamat bersekolah. Sebagai anak yang hendak berbakti kepada orang tuanya, jelas Abdullhalim tak merasa keberatan kalau kedua orang tua dan adiknya bermaksud tinggal di rumahnya. Setelah beres-beres, Suria dan istrinya langsung berangkat ke rumah Abdulhalim. Rupanya tingkah laku pola Suria betul-betul tak pernah berubah, walaupun dia jelas-jelas tinggal di rumah anaknya dan sekaligus menantunya itu, namun Suria merasa dialah sebagai kepala rumah tangga dalam rumah tangga itu. Menantunya sering ia marahi, urusan dapur bahkan urusan rumah tangga anaknya pun diurusnya. Ia juga hidup bersenang-senang disana, hidupnya bahagia tanpa bekerja. Berbeda dengan Suria, Zubaedah hatinya hancur lebur, melihat tingkah laku suaminya yang makin menjadi-jadi. Apalagi setelah Zubaedah melihat Abdulhalim makin tidak bersahabat dan istrinya yang sakit hati atas perlakuan Suria, makin membuat ia kurus dan akhirnya ia sakit jantung. Hingga akhirnya, Zubaedah meninggal dunia. Kesadaran Suria baru muncul, yaitu ketika istrinya meninggal itu. Dia merasa malu yang dalam. Perbuatannya sudah tidak dimaafkan lagi oleh Abdullah dan Haji Hasbullah. Suria pun diusir oleh anaknya, dan hidup terlunta-lunta di jalan tanpa tujuan yang pasti. Hingga, ia pergi kedesa Rajapolah dan tinggal disana dengan Mak Iyah. Suria kini bekerja menjadi tukang anyam, dan suatu mala, ia bermimpi bertemu dengan almarhum istrinya. Dan entah bagaimana, Suria pun meninggal dunia dengan membawa semua penyesalan, malu serta segala kesombongan dan keangkuhan yang sudah mendarah daging itu. Menurut saya hal yang menarik dari novel ini pada halaman 81 paragraf pertama ketika Zubaedah berkata, “Hendak selamat, Akang. Selamat akang, terpelihara anak-anak kita, lain tidak! Jangan kita bersifat seperti katak yang hendak jadi lembu! Sebelum pecah perut menandingi... orang kaya, orang berpangkat tinggi? Kalau Akang mau beria-ria, bersurut lalu dan bermufakat dengan saya tentang masalah yang penting dan sulit itu, banyak lagi jalan yang dapat kita tempuh buat menyebrangi lembah kemelaratan.” Hal menarik pada kalimat paragraf ini adalah, adanya kata yang menggunakan judul novel ini. Selain itu, pengarang mengajarkan agar kita tidak bersikap seperti Suria yang selalu ingin terlihat kaya raya lewat perabotan rumah yang mewah, sekolah anak-anaknya yang mahal, gaya dan tingkah laku yang sombong padahal gajihnya tidak terlalu besar, untuk makan pun masih serba kekurangan dan terkadang masih dibantu oleh orang tua untuk mencukupi kebutuhan hidup dan uang sekolah anaknya. Hal menarik lainnya ditemukan pada halaman 20, yang menceritakan bahwa Haji Zakaria meminta Zubaedah agar menjadi menantunya. Di paragraf kedua di jelaskan bahwa Haji Hasbullah terpaksa menerima tawaran sahabatnya tersebut” , sebenarnya meskipun sahabat, mengapa Haji Hasbullah menerima tawaran sahabat nya untuk meminang anaknya menjadi istri Suria padahal jelas-jelas Haji Hasbullah sudah mengetahui perilaku buruk dari Suria. Meskipun hanya sebagai kebahagiaan sesaat antar kedua orangtua tersebut, tetapi kasihan Zubaedah yang sampai meninggal menanggung rasa sakit yang teramat dalam karena perilaku Suria. Cerita yang menarik juga ditampilkan pada halaman 164 paragraf pertama ketika Suria menulis surat untuk Haji Junaedi, Suria berkata “Sekali merangkuh dayung” pikirnya dengan senyumnya “dua tiga pulau terlampaui! Istri baru dapat, dan tentu saja segala utangku dengan istri lama ini akan selesai!”. Dari kalimat ini, terlihat jelas bahwa Suria sangat serakah dan tidak bersyukur memiliki istri sebaik Zubaedah, sampai-sampai ia ingin meminang istri baru lagi, karena perempuan yang ingin dipinangnya, Fatimah, adalah anak orang kaya. Sehingga ia berpikir selain dapat istri baru, hutangnya pun pasti akan dibayar oleh Haji Junaedi bila sudah menikah nanti. Menurut saya, novel ini kurang menarik dari segi sampul, karena cerita dengan gambar sampul tidak cocok. Selain itu bahasanya menggunakan Bahasa Melayu, sehingga agak susah untuk dimengerti, meskipun ada beberapa kata melayu yang diterjemahkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar